Kotabaru, Borneo Pos – Ketua Advokasi Hukum & Hak Asasi Manusia (HAM) Cabang Kotabaru, M. Subhan, SHI., MH., mengkritik keras pelaksanaan rapat Monitoring dan Evaluasi Pengadaan Tanah Pembangunan Pengembangan Lapangan Terbang Gusti Sjamsir Alam Kotabaru yang digelar pada Kamis, (13/2/2025).
Kritik ini muncul karena rapat tersebut dinilai tidak melibatkan perwakilan masyarakat yang terdampak, khususnya mereka yang keberatan atas nilai ganti rugi.
Rapat yang berlangsung di Ruang Rapat Manuntung, Kantor Bupati Kotabaru, dihadiri oleh sejumlah pejabat daerah, termasuk Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Selatan, Sekretaris Daerah, unsur DPRD, aparat penegak hukum, serta tim pelaksana pengadaan tanah. Namun, absennya perwakilan warga yang terdampak dalam diskusi tersebut menuai kritik tajam dari berbagai pihak.
M. Subhan menilai bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus berjalan secara transparan dan akuntabel.
Salah satu prinsip utama dalam hukum pertanahan adalah keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan, terutama dalam pembahasan nilai ganti rugi.
"Keputusan terkait ganti rugi tanah harus dibahas secara terbuka dan melibatkan masyarakat terdampak. Jika mereka tidak diundang dalam rapat penting seperti ini, maka prosesnya patut dipertanyakan. Jangan sampai kebijakan yang diambil hanya berpihak pada pemerintah dan investor tanpa mempertimbangkan hak-hak warga," tegas Subhan, kepada Borneopos.com, Jumat (14/2/25).
Ia juga menambahkan bahwa ketidakterbukaan dalam proses ini berpotensi menimbulkan sengketa hukum yang dapat memperlambat proyek pengembangan bandara.
Sebagai respons atas ketidaklibatan masyarakat, M. Subhan mendesak pemerintah daerah dan pihak terkait untuk segera menggelar rapat lanjutan yang melibatkan perwakilan warga terdampak. Menurutnya, tanpa adanya ruang diskusi yang adil, keputusan yang diambil dalam rapat sebelumnya bisa dianggap cacat prosedur dan berisiko memicu konflik sosial.
"Kami meminta pemerintah daerah dan BPN segera menjadwalkan pertemuan dengan masyarakat terdampak. Jangan sampai warga yang tanahnya diambil merasa diabaikan dan akhirnya mencari jalur hukum untuk mendapatkan keadilan," ujar Subhan.
Untuk diketahui, pada Senin tanggal 10 Februari 2025 lalu, belasan warga yang terdampak melakukan unjuk rasa damai didepan kantor ATR/BPN Kotabaru di Sebelimbingan. Mereka memprotes, tidak transparannya panitia pengadaan tanah bandara dalam menetapkan harga. (ril/red)